Senin, 07 Januari 2013

Bangunan Tahan Gempa

Dari segi geografis letak negara kita sangat menguntungkan karena diapit dua benua juga dua samudera sehingga dipengaruhi dua sistem monsoon dalam satu tahun yang berakibat adanya dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau silih berganti. Karena berbagai faktor hal ini juga dapat mendatangkan musibah seperti kekeringan dan banjir sebaliknya dari segi seismisitas negara kita tidak menguntungkan. Karena terletak pada lintasan atau pertemuan dua jalur gempa besar dunia. Yaitu jalur gempa Alpide atau Mediterania dan jalur gempa Pasifik.

Setidak-tidaknya demikian menurut beberapa orang sarjana. Gambaran lebih mantap dan sederhana adalah sebutan jalur Asia dan jalur Pasifik.

Jalur yang pertama lewat Asia bagian Selatan terus Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan laut Banda dan bertemu dengan jalur gempa yang kedua yang melingkari Lautan Pasifik lewat Jepang, Filipina, Utara Sulawesi dan terus Laut Banda. Kedua jalur ini termasuk jalur gempa yang aktif yang merupakan pertemuan lempeng pembentuk kulit bumi yang satu sama lainnya saling bertumbukan. Teori muutakhir yang dianut para ahli gempa mengatakan bahwa akibat tumbukan kulit bumi (lempengan) itulah terpancarkan energi yang dimanifestasikan sebagai gempa bumi. Dengan demikian tidaklah mustahil bila negara kita sering mengalami gempa bumi, yang belakangan ini dirasakan meningkat dan mengakibatkan korban jiwa maupun materi. Korban jiwa yang terjadi pada umumnya dialami akibat tertimbun reruntuhan bangunan. Sehingga untuk mengurangi korban dimasa mendatang timbulah ide menuju ke pembangunan bangunan yang tahan terhadap goncangan gempa.


Bangunan Tahan Gempa 

Adanya musibah gempa yang bertubi-tubi belakangan ini menimpa negara kita sehingga timbullah berbagai masalah dan kekhawatiran terhadap bencana yang lebih dahsyat akibat gempa bumi dimasa mendatang. 

Belakangan ini tersiar kabar bahwa para ahli perencana bangunan dari ITB telah merancang salah satu bangunan SD tahan gempa di daerah Garut, Jawa Barat yang baru-baru ini juga terkena musibah gempa. Juga mereka menghimbau pemerintah untuk mengadakan pengujian bangunan, sejauh mana bangunan tersebut tahan terhadap gempa. Himbauan itu merupakan suatu ide yang baik sekali, akan tetapi timbullah sekarang pertanyaan baru sebagai berikut : 

Standard apakah yang akan dipakai untuk menentukan ketahanan bangunan itu itu terhadap gempa, sebab taraf kegempaan setiap daerah tidaklah sama. Bila misalnya bangunan yang diuji kekuatannya tidak memenuhi standard apakah bangunan itu akan dibongkar? Kalau tidak maka para penghuni bangunan itu akan cemas sehingga nantinya bila terjadi goncangan gempa yang kecil saja terhadap rumah itu, mereka akan panik. Hal ini bisa menambah persoalan ataupun korban, padahal bangunan itu masih kuat bertahan, karena goncangan tersebut jauh lebih kecil dari standard yang telah ditetapkan untuk pengujian sebelumnya. Maka standard mutlak sangat menentukan keberhasilan. 


Merencana, merancang, dan menguji bangunan tahan gempa


Berbicara soal bangunan tahan gempa sebaiknya kita melihat persoalannya jauh sebelum bangunan tersebut dibangun. Untuk itu penelitian lokasi sangat menentukan dimana suatu bangunan hendak didirikan. Pada daerah yang hendak dibangun diteliti dulu kondisi daerah terutama masalah yang ada kaitannya dengan kegempaan, maupun struktur tanah pada daerah itu. Yang berhubungan dengan masalah kegempaan biasa diteliti antara lain Percepatan maksimum tanah setempat. Beberapa cara yang telah diterapkan di Jepang adalah antara lain cara Kanai, cara Kawashumi dan lain-lain. 

Cara yang biasa diterapkan juga adalah cara yang mempergunakan data historis gempa ditahun-tahun sebelumnya dan pemetaan epik dari gempa sebelumnya, untuk daerah sekitar lokasi yang hendak dibanguni bangunan tahan gempa tersebut. 

Dari data historis gempa akan dapat diketahui periode ulang dari suatu gempa besar yang biasa terjadi di daerah itu, tentunya dalam batas perhitungan statistik tertentu. Juga percepatan maksimum tanah yang pernah dialami untuk daerah itu sebagai pendekatan dalam merencana bangunan karena biasanya kerusakan yang akan diderita suatu daerah tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dengan kedua hal tersebut diatas dapat ditentukan kekuatan dan umur bangunan yang ideal untuk daerah tersebut, seefektif dan seefisien mungkin karena untuk masing-masing daerah akan didapat standard bangunan yang berbeda pula. Data historis juga akan memberikan sifat maupun karakter gempa yang biasa terjadi di daerah tersebut, sehingga para perencana dapat menyesuaikan bangunan mereka yaitu apakah bangunan itu dirancang untuk goncangan yang berulang-ulang, ataukah suatu goncangan tiba-tiba dan sangat kuat misalnya. Hal ini sangat erat hubungannya dengan segi pembiayaan. 


Pemetaan Epik


Apabila pusat-pusat gempa (epik) dimasa lalu dipetakan maka dari sana akan terlihat keaktifan dan penyebaran (distribusi) dari keaktipan gempa di daerah tersebut yang sangat menentukan perkembangan keaktipan selanjutnya. Ada teori yang mengatakan bahwa di daerah jalur gempa yang sudah lama tidak menunjukkan keaktipan yang disebut masa tenang, suatu saat akan menunjukkan keaktipan lagi dengan kekuatan yang jauh akan lebih besar. 

Besarnya kekuatan gempa merupakan fungsi dari waktu. Semakin lama masa tenang ini maka kekuatan gempanya akan makin besar. Makin lama masa tenang ini berarti makin besar energi yang terkumpulkan pada daerah tersebut sehingga stress yang terjadi pada saat mencapai puncaknya (peak stress) itu sangat besar. Ini berarti bahwa energi yang dipancarkan pada stress peak ini juga besar. Gempa bumi merupakan pelepasan dari energi stress yang mencapai puncaknya. Makin besar energi yang dilepas berarti makin kuat pula gempanya. Sehingga jelas sekali, bila masa tenang ini lama maka kemungkinan gempa yang terjadi di masa mendatang juga akan lebih besar. 

Maka untuk pelaksanaan pembangunan tahan gempa perlu pula meninjau keaktipan disekitar daerah lokasi, karena untuk daerah yang dibangun itu bukan saja dipengaruhi keaktipan di daerah itu saja, melainkan akan bisa terganggu akibat pengaruh gempa kuat yang akan terjadi walaupun epiknya agak jauh dari lokasi. Dengan demikian apa yang diharapkan dalam bangunan tahan gempa ini akan terwujud. 


Standar yang berbeda-beda 

Bila hal tersebut telah diteliti disamping faktor lainnya dari segi geologi dan lain-lain sudah mendapatkan perhatian seperlunya maka akan didapatlah untuk masing-masing daerah suatu standard bangunan tahan gempa yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya dan mungkin juga akan ada suatu daerah terlarang untuk tipe bangunan yang tertentu. Hal ini akan sangat memudahkan para pelaksana maupun perencana dan perancang bangunan untuk mengambil kesimpulan sehingga bangunan yang akan dibangun nantinya hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan dan tidak terjadi kesalah tafsiran terutama dalam soal pembiayaan yang biasanya sangat berpengaruh terhadap para pelaksanaan pembangunan itu. 

Setelah bangunan yang direncanakan itu selesai, barulah tiba giliran untuk mengadakan pengujian terhadap bangunan itu, yang mana akan melibatkan suatu team dari berbagai bidang yang mengerti masalah bangunan maupun kegempaan. Untuk menetapkan apakah bangunan itu telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak? Bila tak memenuhi syarat langkah atau sangsi apa yang perlu diberikan, tentunya hal ini akan memerlukan peraturan dan perjanjian sebelumnya. 


Kesimpulan dan saran-saran 


Dalam langkah menuju ke pembangunan bangunan tahan gempa perlu kiranya diadakan standarisasi bangunan untuk setiap daerah di Indonesia, dengan mengadakan penelitian yang seksama terhadap masing-masing daerah karena setiap daerah memiliki karakter, keaktipan yang berhubungan dengan bangunan tahan gempa masing-masing. 

Perlunya perencanaan, perancangan dan pengujian terutama untuk bangunan umum maupun bangunan pemerintah, (Jadi bukan pengujian saja) agar tahan terhadap goncangan akibat goncangan gempa bumi yang mungkin akan terjadi di daerah tersebut, mengingat korban jiwa yang biasa terjadi akibat gempa bumi adalah karena tertimbun reruntuhan bangunan. 

Dimuat di harian Sinar Harapan edisi Selasa tanggal 19 Februari 1980 

referensi
http://putupudja.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar